Salah satu perbedaan
utama dari hukum Tuhan dan hukum manusia adalah, Hukum Tuhan memiliki dua
dimensi sedangkan hukum manusia hanya memiliki satu dimensi. Hukum Tuhan
memilik aspek spiritual sedangkan hukum manusia tidak memiliki aspek ini,
dengan kata lain hukum manusia tidak pernah akan meningkatkan spiritualitas
seseorang.
Hal ini mungkin akan
lebih mudah dipahami jika kita ambil sebuah perumpamaan hukum, katakanlah hukum
tentang ‘pajak’. Jika hukum pajak buatan manusia ditetapkan, maka bagi sipembuat
hukum yang penting adalah bagaimana supaya siwajib pajak bisa memenuhi target
kebutuhan negara.
Pemerintah [
sipembuat peraturan] tidak mau tahu apakah masyarakat akan membayar pajak
dengan sukarela atau terpaksa, bagi pemerintah siapa saja yang tidak membayar
pajak atau tidak patuh terhadap hukum buatan pemerintah maka yang bersangkutan
akan dianggap melanggar hukum. Sebaliknya barang siapa membayar dengan sadar
atau karena terpaksa, maka itu sudah dianggap patuh dan diterima sebagai warga
negara yang baik.
Tujuan pemerintah
hanya untuk memperoleh pendapatan khas negara, pemerintah tidak akan peduli
apakah dia akan dikecam atau didemo atas hukum yang dibuatnya, yang penting
target pemerintah tercapai maka semuanya akan dianggap baik saja.
Berbeda dengan hukum
‘pajak’ yang dibuat oleh Tuhan, didalam Islam hukum ‘pajak’ ini dikenal dengan
istliah ‘zakat’. Hukum Tuhan tidak mempunyai tujuan untuk memenuhi khas Tuhan
dan dengan sendirinya yang disebut ‘patuh’ atau tidak patuh juga tidak bisa diukur
dengan seseorang telah membayar atau belum membayar zakat. Hukum Tuhan
penekanannya kepada NIAT dan Nilai spiritual, Tuhan tidak akan menerima zakat
yang dibayarkan oleh siwajib zakat jika sipembayar tidak rela dan ikhlas.
Begitu juga kalau
kita lihat hukum-hukum yang lain, misalnya hukum tentang membela negara. Jika
hukum buatan manusia ditetapkan maka tentara sebagai pilar utama alat bela
negara di anggap ‘patuh hukum’ jika tentara ikut berperang atas perintah
pemerintah. Mengenai apakah mereka berperang karena membela yang benar atau
salah itu bukan menjadi persoalan hukum sipenguasa, apakah mereka ikut
berperang karena kesadaran hati atau karena takut kepalanya ditembak oleh
komandanya itu bukan menjadi ukuran kepatuhan hukum.
Sangat berbeda dengan
hukum bela negara yang di bikin oleh Tuhan, untuk urusan berperang membela
negara Tuhan tidak menilai kepatuhan mereka terhadap hukum berdasarkan atas
keikutan mereka berperang saja, tetapi yang dilihat adalah masalah substansi
berperang itu sendiri, apakah prajurit yang ikut berperang itu untuk membela
yang benar atau yang salah. Apakah prajurit yang ikut bertempur itu adalah atas
kesadaran sendiri atau karena terpaksa.
Hukum Tuhan menilai ‘kepatuhan’ hukum itu secara utuh yakni kesatuan
antara jasmani [perbuatan] dan rohani [NIAT]. Hukum Tuhan menghendaki semua
hukum itu dilakukan dengan jiwa dan bukan tanpa jiwa. Dengan kata lain hukum
Tuhan itu tidak bisa dikerjakan hanya secara lahirih saja tanpa ruh sedangkan
hukum manusia tidak pernah menilai sisi ruh (niat) si objek hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar